ASSALAMUALAIKUM ...... SELAMAT DATANG DI

GORESAN GARIS LURUS



Cari Blog Ini

Minggu, 04 Maret 2012

Perilaku Menolong

A. Pengertian

Perilaku sosial adalah segala perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif (Staub, 1978). Perilaku menolong atau perilaku prososial merupakan tindakan-tindakan baik yang direncanakan secara formal dan informal atau yang bersifat spontan (Amato, 1990) dan juga melibatkan pemberian bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk menolong orang lain tanpa melihat alasan untuk melakukannya ( Smithson dkk dalam Saks & Krupat, 1988).

Menurut Einsenberg dan Fabes (dalam Berk, 2000), perilaku prososial dapat berfungsi untuk meningkatkan kualitas sosial dan hubungan antar individu. Disamping itu perilaku prososial juga dianggap memberikan kesejahteraan dan manfaat bagi orang lain, serta dapat memberikan manfaat bagi si pelaku, yaitu menimbulkan perasaan positif seperti berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten serta dapat terhindar dari perasaan bersalah, apabila tidak menolong (Baum, Fisher dan Singer, 1985).

Selain itu menurut tokoh lainnya, Dovidio & Penner (2001), menolong (helping) adalah suatu tindakan yang bertujuan menghasilkan keuntungan terhadap pihak lain. Michener& Delamater (1999), mendefinisikan menolong (helping) sebagai segala tindakan yang mendatangkan kebaikan atau meningkatan kesejahteraan (well-being) bagi orang lain. Sejalan dengan itu perilaku menolong juga diartikan sebagai suatu tindakan yang menguntungkan orang lain tanpa harus menguntungkan si penolong secara langsung, bahkan kadang menimbulkan resiko terhadap si penolong (Baron, Byrne & Branscombe, 2006).

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa perilaku menolong adalah tindakan-tindakan baik yang ditujukan untuk membantu pihak lain meskipun hal tersebut memberikan kerugian bagi pihak penolong.

B. Bentuk Perilaku Sosial

Menurut Deaux, Dane, Wrightsman dan Singelman (1993), perilaku prososial merupakan kebalikan dari perilaku anti sosial, perilaku prososial meliputi intervensi pada saat kondisi darurat, beramal, bekerjasama, menyumbang, menolong, berkorban dan berbagi. Berdasarkan frekuensi pemberian bantuan, Amato (1990) membagi bentuk perilaku prososial yang diberikan setiap harinya dalam 3 (tiga) bentuk mendasar, yaitu :

a. Unplanned helping dan spontaneous planned helping

Menolong yang direncanakan berarti bahwa orang berpikir lebih jauh terhadap pertolongan yang dia berikan kepada orang lain. Sedang menolong spontan adalah bantuan yang diberikan seketika.

b. Formal helping dan informa helping

Menolong secara formal adalah pertolongan yang diberikan kepada sebuah organisasi, sementara menolong secara informal (informal helping) adalah berarti pertolongan yang diberikan pada teman, keluarga, termasuk kepada orang yang tidak dikenal (Amato, 1990).

C. Teori perilaku menolong

1. Teori Behaviorisme

Kaum behaviors menganggap bahwa manusia menolong karena dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan unutk perbuatan itu masyarakat menyediakan ganjaran yang positi (Marcy, 1995).


2. Teori Pertukaran Sosial

Dasar dari teori pertukaran sosial adalah prinsip sosial ekonomi. Setiap tindakan dilakukan orang dengan mempertimbangkan untung-ruginya. Bukan hanya dalam arti material atau financial, melainkan juga dalam bentuk psikologis, seperti memperoleh infomasi, pelayanan, status, penghargaan, perhatian, kasih sayang dan sebagainya ( Foa & Foa, 1973). Yang dimaksud dengan keuntungan adalah hasil yang diperoleh lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkan, sedang yang dimaksud dengan rugi adalah jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari usaha yang dikeluarkan.

3. Teori Empati

Teori ini menyebutkan bahwa egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri, sedangkan dari segi simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi penderitaan orang lain. sehingga dapat dikatakan bahwa empati berarti ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri.

4. Teori Norma Sosial

Teori ini menyebutkan bahwa orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma masyarakat. Dalam hal ini ada tiga macam norma sosial yang biasanya dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong, yaitu :

1. Norma timbal-balik ( reciprocity norm)

Inti dari norma ini menyebutkan bahwa kita harus membalas pertolongan dengan pertolongan.

2. Norma tanggung jawab sosial (Sosial responsibility norm)

Dalam hal ini norma tanggung jawab sosial mengharuskan bahwa kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun di masa depan.

3. Norma keseimbangan

Dalam hal ini norma keseimbangan berlaku didunia timur. Intinya adalah bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan yang seimbang, serasi dan selaras.

5. Teori Evolusi

Dalam teori ini altruisme adalah demi survival (mempertahankan jenis dalam proses evolusi).

1. Perlindungan kerabat (kin protection)

Perlindungan dari keluarga sering kali terjadi dalam dunia nyata, ini dikarenakan adanya perlindungan kerabat dalam perilaku menolong (Burnstein, Crandall & Kitayama, 1994). Naluri yang berlebihan untuk melindungi kerabat dapat melewati batas-batas moral dan keadilan. Akibatnya timbul nepotisme, favoritism, dan sebagainya.

2. Timbal balik biologic (biological reciprocity)

Dalam teori ini terdapat prinsip timbale balik, yaitu menolong untuk memperoleh pertolongan kembali.

3. Orientasi seksual

Dalam ini Salains dan Fisher (1990) mengungkapkan bahwa orang-orang homoseksual, yang selalu merupakan minoritas dalam masyarakat manapun, mempunyai kecendrungan altruisme, yang lebih besar dari pada orang-orang heteroseksual[1]. Penjelasan dari kenyataan ini adalah adanya kemungkinan bahwa kaum homoseksual lebih memerlukan pertolongan dalam rangka mempertahankan jenisnya (sesama homoseksual) dibanding mereka (orang-orang heteroseksual).

6. Teori Perkembangan kognisi

Menurut teori ini tingkat perkembangan kognitif (dari Piaget) akan berpengaruh pada perilaku menolong. Pada anak-anak perilaku menolong lebih didasarkan kepada pertimbangan hasil[2]. Semakin dewasa anak itu, semakin tinggi kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu ia untuk mempertimbangkan usaha atau biaya (cost) yang harus ia korbankan untuk perilaku menolong itu (Laurence, 1994). Artinya menurut teori kognitif, perilaku menolong akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan kognitif itu sendiri.

D. Faktor Disposisional yang Menyusun Kepribadian Altruistic

Menurut Bystander yang memberikan sejumlah tes kepribadian, ada lima karakteristik yang menjadi faktor disposisional kepribadian altruistic antara lain yaitu:

1. Empati, mereka yang menolong ditemukan mempunyai empati lebih tinggi dari pada mereka yang tidak menolong. Partisipan yang paling altruistic menggambarkan diri mereka sebagai bertanggung jawab, bersosialisasi, menenangkan, tolerann, memiliki self-control, dan termotifasi untuk membuat impresi yang baik.

2. Mempercayai dunia yang adil, orang yang menolong mempersepsikan dunia sebagai tempat yang adil dasn percaya bahwa tingkahlaku yang baik diberi imbalan dan tingkahlaku yang buruk diberi hukuman. Kesimpulan ini mengarah pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan adalah hal yang tepat untuk dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang menolong akan mendapat keuntungan dari melakukan sesuatu yang baik.

3. Tanggung jawab sosial, mereka yang paling banyak menolong mengekspresikan kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang membutuhkan.

4. Locus of control internal, ini merupakan kepercayaan individual bahwa dia dapat memilih untuk bertingkah laku dalam cara yang memaksimalkan hasil akhir yang baik dan meminimalkan yang buruk. Mereka yang menolong mempunyai locus of control internal yang tinggi. Mereka yang tidak menolong, sebaliknya, cenderung memiliki locus of control eksternal dan percaya bahwa apa yang mereka lakukan tidak relevan, karena apa yang terjadi di atur oleh keuntungan, takdir, orang-orang yang berkuasa, dan faktor-faktor yang tidak terkontrol lainnya.

5. Egosintrisme rendah, mereka yang menolong tidak bermaksud menjadi egosentris, self-absorbed, dan kompetitif.



[1] Psikologi sosial, Sarlito Wirawan, hal 335

[2] Psikologi sosial, Sarlito Wirawan, hal 336

Tidak ada komentar:

Posting Komentar