Tasawuf adalah
salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari
Islam. Spritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka ragam di dalamnya.
Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaniahnya
ketimbang aspek jasmaniahnya, dalam kaitannya dengan kehidupan dunia fana,
sedangkan dalam kaitanya dengan pehamaman, ia lebih menekankan penafsiran
batiniah ketimbang penafsiran lahiriah.[1]
Menurut Ma’ruf
Al-Karkhi (w.200 H), tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak tamak dari apa
yang ada dalam genggaman tangan makhluk. Sementara menurut Abu yazid al-Bustami
tasawuf dilihat dalam tiga aspek, aspek pertama adalah kha, melepaskan diri dari perangai tercela. Aspek kedua ha, menghiasi diri dengan akhlak yang
terpuji, dan terakhir adalah aspek jim,
mendekatkan diri kepada tuhan.
Al-Junaid
Al-Bagdadi mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dan sifat yang
menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekankan sifat Basyariah
(kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat
kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama
atas dasar keabadiannya, member nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji
terhadap Allah SWT, dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.
Junaid
menyebutkan juga bahwa tasawuf didasarkan pada teladan tujuh rasul, yaitu :
1.
Kedermawanan
Ibrahim yang mengorbankan putranya
2.
Kepasrahan
Ismail yang menyerahkan dirinya disembelih atas perintah tuhan
3.
Kesabaran Ayub
yang tahan menderita dari berbagai penyakit berat.
4.
Perlambangan
Zakaria yang menerima titah tuhan untuk tidak berbicara selama tiga hari
kecuali dengan simbol-simbol.
5.
Keterkucilan Yunus yang merasa asing di negerinya dan
ditengah kaumnya.
6.
Kezuhudan Isa
yang dalam hidupnya hanya menyimpan sebuah mangkuk dan sisir. Dimana mangkuk
itu dibuang ketika ia melihat seseorang bisa minum dengan tangan. Dan sisir
juga akhirnya dibuang oleh Nabi Isa karena melihat orang bisa menyisir rambut
dengan tangan.
7.
Kemelaratan
Muhammad SAW yang mana beliau mempunyai kunci dari kekuasaan untuk memiliki
harta berlimpah ruah, namun memilih hidup sehari kenyang sehari lapar.
Implikasi Nilai-nilai Tasawuf dalam
Kehidupan Sehari-hari
Tasawuf
merupakan upaya membersihkan pandangan, memurnikan orientasi, meluruskan niat
dan cara bersikap untuk tidak terlalu mementingkan “yang selain Allah” (dunia).
Dalam tasawuf ada nilai-nilai yang menjadi hal penting untuk tasawuf itu
sendiri. Pada kenyataanya diera milienium ini nilai-nilai tasawuf itu sendiri
mulai diabaikan. Padahal jika nilai-nilai itu bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, maka peluang untuk mendapatkan masyarakat islami itu sangat besar,
dengan kesopan-santunan dan kekentalan unsur spritual.
Berikut beberapa
nilai-nilai tasawuf yang bisa diimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari :
a.
Zuhud
Orang
yang zuhud tidak merasa senang dengan berlimpah ruahnya harta dan tidak merasa
susah dengan kehilangannya. Firman Allah dalam surah Al-Hadid:3, yang artinya :
Agar
kalian tidak merasa susah dengan apa yang hilang, dan juga tidak merasa bangga
dengan apa yang datang kepada kalian.
Zuhud
menurut Al-Junaid adalah kosongnya tanga dari kemilikan dan bersihnya hati
daripada keinginan untuk memiliki sesuatu.[2]
Al-Harraz
dalam kitab as-shidqu menyebutkan bahwa zuhud adalah orang yang meniadakan
keinginan keduniaan dari hatinya secara sedikit demi sedikit, dan ia akan
melihat tujuan dari zuhud itu.
Untuk
nilai zuhud ini, Nabi Muhammad jelas menjadi contoh yang tepat untuk kita jadikan
pedoman. Banyangkan saja seorang pemimpin umat dan khalifah besar seperti
beliau pernah tidur dengan beralas pelepah kurma, dimana ketika begitu
terbangun bekas pelepah tersebut menempel ditubuhnya. Padahal beliau bisa hidup
jauh lebih mewah dari hal itu, tapi beliau dengan kesederhanaannya memilih
tidak begitu mencintai dunia.
Artinya
kita bisa melakukan nilai-nilai zuhud dengan bentuk kesederhanaan kita dalam
kehidupan sehari-hari.
b.
Ridho
Secara
harfiah, Ridho artinya rela, suka, senang. Harun nasution mengatakan ridho
tidak berusaha, tidak menentang qada’ dan qadar tuhan. Dalam hal ini ketika
kita mampu melakukan ridho dengan penerimaan atas qada dan qadar, secara tidak
langsung kita telah mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal
didalam hati kita hanya perasan sengan dan gembira.
Dengan
demikian penting sekali implikasi dari ridho untuk kehidupan kita. Contohnya
ketika kita harus mengikuti ujian, dan mendapatkan hasil. Pada akhirnya ketika
kita mendapat IPK yang baik atau tidak, ketika sifat ridho telah tertanam dalam
diri kita maka, apapun hasil dari IPK yang ada, akan diterima dengan kerelaan
sebagai bentuk penerimaan atas qada dan qadar.
c.
Qanaah
Qanaah
merupakan satu dari nilai-nilai tasawuf yang juga begitu penting dalam pengaplikasiaannya.
Dalam keseharian kita terkadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa
yang kita harapkan. Boleh digambarkan ketika kita berjalan dipinggir jalan,
seusai huja reda. Tiba-tiba saja sebuah mobil sedan lewat dan menyebabkan
genangan air setelah hujan membasahi
kita. Sementara si pengendara mobil tampaknya tak menyadari kekeliruannya dan
tetap melaju. Pertanyaanya, apa yang akan anda lakukan untuk menghadapi hal
semacam ini? Marah? Atau anda akan menggerutu?. Marah atau menggerutu, itu pilihan
anda, hanya saja pada siapa anda akan marah atau menggerutu? Sementara si
pengendara mobil sudah berlalu meninggalkan anda.
Disinilah
qanaah diperlukan, sifat menerima takdir Allah dengan lapang dada, itulah
qanaah yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
d.
Tawakal
Tawakal adalah perasaan dari
seorang mu’min dalam memandang alam, bahwa apa yang terdapat didalamnya tidak
akan luput dari tangan Allah, dimana di dalam hatinya digelar oleh Allah
ketenangan, dan disinilah seorang muslim merasa tenag dengan tuhannya, setelah
ia melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Pada hakikatnya sebelum bentuk
ketawakalan itu muncul, hal yang pertama kita lalui adalah ikhtiar. Dimana
ikhtiar merupakan proses yang dilakukan semaksimal mungkin dengan fisik dan
raga, lalu setelah proses tersebut dilakukan, kini giliran hati atau jiwa untuk
bersika pasrah secara penuh kepada ketentuan ALLAH SWT, inilah yang kemudian
disebut tawakal.
Namun
dalam keseharian kita terkadang sering terlihat kekeliruaan akan hal seperti
ini. Banyak terkadang dari mereka yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan
sesuatu, tanpa melakukan proses tawakkal setelah itu. Inilah yang membuat kita
tak jarang menganggap semua yang dihasilkan hanya atas kerja keras pribadi,
bukan bantuan atau campur tangan tuhan.
Padahal
ketika kita telah berusaha keras, dan dilanjutkan dengan proses tawakal. Maka
kebimbangan hati atau kekecewaan kita akan segera terobati ketika apa yang kita
usahakan tidak terlaksana dengan baik.
e.
Sabar
Secara
hafiah, sabar berarti tabah hati. Menurut Zun Al-Nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi
tenang ketika mendapatkan cobaan, dan manampakkan sikap cukup walaupun
sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Selanjutnya ibn Atha
mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang
baik.
Dikatakan
bahwa sabar adalah sesuatu yang tak ada batasnya, sebab sabar tidak memiliki
tolak ukur. Hanya Allah pemilik sifat sabar yang sempurna. Tapi kesabaran tetap
saja harus kita implikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun
dalam hal ini juga diperlukan kejelian kita dalam menghadapi suatu masalah.
Terkadang apa yang dicobakan untuk kita adalah buah untuk melihat sejauh mana
kesabarannya ataupun melatih sikap sabar yang ada pada diri kita sendiri,
f.
Syukur
Menurut Al- Kharraz syukur dibagi
menjadi tiga, yaitu syukur dengan hati meliputi keyakinan kita bahwa nikmat
yang adalah hanyalah dari Allah bukan dari selain-Nya. Yang kedua,
syukur dengan lisan, berupa ucapan Alhamdulillah, yang kita ucapkan atas nikmat
yang diberikan. Dan ketiga syukur dengan jasmani, dimana perwujudannya
dilakukan dengan mempergunakan setiap anggotanya, yang telah disehatkan oleh Allah
dan yang telah dicipkanan dengan bentuk yang sangat baik.
Apa
yang terjadi jika Allah menskor 3 menit tanpa nikmatya, maka dalam tiga menit
orang akan hancur dan sibuk mencari pertolongan. Udara berhenti dan manusia
kesusahan bernapas, itu salah satu contoh kecilnya. Betapa besar nikmat yang
diberikan untuk kita para manusia, tapi terkadang manusia jarang
mengapresiasikan nikmat itu. Bersyukur itu menjadi jalan keluar yang mesti
didukung pelaksanaanya. Allah telah memberi banyak, jadi rasa syukur merupakan
hal yang pastinya menjadi wajib untuk kita lakukan.
[1] Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk
Tasawuf, Erlangga: Jakarta. Hal 2
[2] Amir An-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf,
Pustaka Azam : Jakarta, hal 238
DAFTAR PUSTAKA
An-Najar, Amir. 2004. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Pustaka Azam :
Jakarta
Hadi, Ahmad. 2009. Dahsyatnya Sabar. Qultum Media : Jakarta
Kertanegara, Mulyadhi. 2007. Menyelami Lubuk Tasawuf. Erlangga:
Jakarta
Permadi, K. 1997. Pengantar Ilmu Tasawuf. PT. Rineka Cipta : Jakarta
gadis garis lurus, , ,
BalasHapusThank you.. ilmunya nambah lagi nih.
BalasHapusBelajar psikologi memang menyenangkan.
Kalau ada waktu mampir ke sini kakak:
- Ilmu psikologi mengenai Suhu dan Pencahayaan
- Teori Kepemimpinan dan Dimensi Kepemimpinan
- Perbedaan Pemimpin dan Manajer Menurut Ahli>
Okla
BalasHapus